Purworejo Adalah Kota Kelahiranku
Tundan Obor: setiap musim penghujan, saat hujan rintik, pada senja hari (surup), terdengar suara bergemuruh seperti kentongan ditabuh di sepanjang kali Jali, dimana akan ditemukan beberapa barisan obor yang melayang sepanjang sungai Jali, dari Gunung Sumbing hingga ke pantai, sampai saat ini beberapa warga masyarakat masih meyakini hal ini (dan beberapa mengaku masih menyaksikan). Sebagai bagian dari daerah pesisir Pantai Selatan, legenda Nyi Roro Kidul juga beredar luas di kalangan penduduk.
Purworejo. Itulah nama kotaku. Sebuah kota (kabupaten) yang menjadi ujung selatan provinsi Jawa Tengah. Tak banyak orang yang mengetahui kabupaten Purworejo. Pernah suatu ketika aku bermain ke Kota Solo dan seseorang bertanya padaku, “Asalnya dari mana?”
“Purworejo, Pak!” jawabku sopan.
“Purworejo itu dimana ya?”
Sedih rasanya mengingat Kota Sola dengan Kabupaten Purworejo itu tak begitu jauh jaraknya. Hanya memakan waktu dua jam jika naik kereta api.
Dengan pengalaman seperti itu, kini aku yang singgah di Jakarta, tak heran jika banyak orang yang tidak mengetahui Kota Pensiun-ku ini. Kota Pensiun adalah sebutan untuk kabupaten Purworejo. Aku justru salut dengan orang-orang yang sedikit banyak tahu tentang keberadaan kota kecilku ini.
Kabupaten Purworejo memang tak seramai kabupaten/kota yang lain. Tak ada Candi Borobudur seperti di Magelang. Tak ada gua seramai Gua Jatijajar di Kebumen.
Di Purworejo tidak ada bioskop. Sebenarnya ada, namun hanya menyisakan bangunan yang nelangsa. Kata guru sejarahku, dulu sewaktu krisis moneter, bioskop itu dibakar massa sebagai wujud kemarahan rakyat Indonesia.
Selain itu, di Purworejo tidak ada mall-mall besar seperti di Jakarta. Jangankan mall, bangunan bertingkat masih jarang ditemukan, walaupun saat ini di pusat kota mulai dibangun rumah-rumah dan toko berlantai dua dan tiga. Jika kau ingin berbelanja layaknya di mall, ada beberapa supermarket yang hanya ditemukan di pusat kota. Laris adalah nama supermarket terbesar (yang ku temukan) di Purworejo. Biasanya Laris akan sangat padat jika menjelang Lebaran / Hari Raya Idul Fitri. Mengapa? Karena warga dari seluruh pelosok di Kabupaten Purworejo berbondong-bondong membawa anak dan sanak keluarganya untuk membeli baju baru. Demikianlah tradisi kami. Bahkan, kebiasaan di desaku, jika anak mereka mencapai prestasi tertentu, misalnya juara kelas, khatam al-Quran, dan segala macam bentuk prestasi lainnya, orang tua mereka akan menjanjikan anak-anak mereka pergi ke pusat kota Purworejo, jalan-jalan ke Laris, atau sekedar makan bakso di Purworejo.
#Begitu sederhana.
Purworejo memiliki 16 kecamatan. Masing-masing kecamatan memiliki letak geografis yang berbeda. Ada kecamatan yang kebagian di pinggir pantai, ada yang di pusat kota, dan ada yang di pucuk gunung. Keberagaman geografis ternyata menunjukkan keberagaman sifat. Hal ini begitu aku rasakan ketika aku bermain ke rumah kawanku di daerah Bener, salah satu kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo. Daerah yang dingin karena berada di dataran tinggi. Kebiasan orang ‘gunung’, demikian aku menyebutnya, adalah begitu menghormati tamu yang datang. Tak perlu mereka tahu siapa namamu, asal usul keluargamu, mereka dengan senang hati akan menerimamu. Jika kau tersesat maka ketuk saja pintu rumah mereka, ceritakan apa yang terjadi padamu, maka mereka akan menyambutmu. Tak jarang mereka juga akan menjamumu dengan makanan seadanya. Dan saat musim panen (hasil kebun, seperti salak, manggis) tiba, mereka tak segan-segan membungkuskan sebagian untukmu.
Bagaimana dengan orang-orang di kecamatan lain? Mereka juga sama baiknya, namun orang ‘gunung’ jauh di atas rata-rata. Begitulah kehidupan di kota kecil.
#Sangat sederhana pemikiran mereka.
Ada satu hal menarik lagi dari kotaku, khususnya di desaku, yang kebanyakan dari warganya bermata pencaharian sebagai petani. Saat musim panen tiba, betapa bahagianya para petani di desaku. Mereka beriringan pergi ke sawah dengan senyum yang merekah, karena bagi mereka, disitulah 'rejeki nomplok' mereka.
Di tengah kegiatan mereka menuai padi milik tetangga dan menjemur padi milik mereka sendiri, biasanya para penjual sering berkeliling menyusuri desa-desa, termasuk di desaku.
“Pettttttttt…tapeeeeeee…” alunan khas si penjual tape yang biasa berjualan di tengah teriknya matahari. Biasanya ia menukar tape singkongnya dengan gabah yang sedang dijemur milik warga. #Barter.
Ada pula tukang kredit panci yang mulai meminta piutang dari para warga. Selain itu, ada pula tukang baju keliling yang menjual baju-baju dengan harga miring. Biasanya, tukang baju ini laris diburu ibu-ibu yang ingin membelikan baju anaknya. Bagi para ibu-ibu ini, mereka hanya bisa membelikan baju anaknya tiap panen tiba (dan saat menjelang lebaran, meski tak selalu). Pada saat panen pula, janji-janji terpenuhi. Saat seorang anak kecil merengek meminta dibelikan sepeda, maka orang tua menjanjikannya saat panen padi tiba.
#Sungguh mengharukan bukan.
Masih ada yang lebih menarik lagi sahabatku ;) yang sering jalan-jalan kepantai ,sekedar liburan melepas penat hehe bersama keluarga refreshing,di kotaku ini purworejo mengandalkan pantainya di sebelah selatan yang bernama "Pantai Ketawang", "Pantai Keburuhan (Pasir Puncu), "Pantai Jatimalang" didukung dengan gua-gua seperti "Gua Selokarang" dan "Sendang Sono", di Sendang Sono (artinya kolam di bawah pohon sono) masyarakat mempercayai bahwa mandi di sendang tersebut akan dapat mempertahankan keremajaan. Gua Seplawan, terdapat di kecamatan Kaligesing. Goa ini banyak diminati wisatawan karena keindahan goa yang masih asli dan juga keindahan pemandangan alamnya serta hasil buah durian dan kambing ettawa sebagai salah satu ciri khas hewan ternak di Kabupaten Purworejo.
Di samping itu, terdapat juga air terjun "Curug Muncar" dengan ketinggian ± 40m yang terletak di kecamatan Bruno dengan panorama alam yang masih alami.[3] Gua pencu di desa Ngandagan merupakan bentuk benteng seperti gua pada zaman Hindia Belanda, dan pada masa itu gua pencu pernah didatangi oleh Presiden Sukarno, tapi sekarang sudah tidak terawat karena kurang pedulinya aparatur pemerintahan desa.
setelah habis jalan-jalan ke pantai tentunya tak lupa dengan kuliner yang ada di kotaku ini hehe ^_^ di kotaku ini terdapat banyak sekali makanan khas yang bisa menggoyang lidah sahabat hehe dan mantabbb tentunya (Y) ajiebbbb (Y) diantaranya :
- Dawet Hitam: sejenis cendol yang berwarna hitam, sangat digemari pemudik dari Jakarta.
- Tahu Kupat (beberapa wilayah menyebut "kupat tahu"), sebuah masakan yang berbahan dasar tahu dengan bumbu pedas yang terbuat dari gula jawa cair dan sayuran seperti kol dan kecambah.
- Geblek : makanan yang terbuat dari tepung singkong yang dibentuk seperti cincin, digoreng gurih
- Clorot : makanan terbuat dari tepung beras dan gula merah yang dimasak dalam pilinan daun kelapa yang masih muda (janur kuning). (Berasa dari kecamatan Grabag)
- Rengginang : gorengan makanan yang terbuat dari ketan yang dimasak, berbentuk bulat, gepeng.
- Lanting : makanan ini bahan dan bentuknya hampir sama dengan geblek, hanya saja ukurannya lebih kecil. Setelah digoreng lanting terasa lebih keras daripada geblek. Namun tetap terasa gurih dan renyah.
- Kue Satu : Makanan ini terbuat dari tepung ketan, berbentuk kotak kecil berwarna krem, dan rasanya manis.
- Kue Lompong : Berwarna hitam, dari gandum berisi kacang dan dibugkus dengan daun pisang yang telah mengering berwarna kecoklatan (klaras).
- Tiwul punel: Terbuat dari gaplek ubi kayu
- Krimpying : Makanan ini berbahan dasar singkong, seperti lanting tapi berukuran lebih besar dan lebih keras, berwarna krem, bentuknya bulat tidak seperti lanting yang umumnya berbentuk seperti angka delapan. Rasa makanan ini gurih.
- Cenil: makanan ini tebuat dari tepung ketela.
- Awuggawug: terbuat dari tepung beras ketan yang berisi gula jawa rasanya manis.
- Kue Lapis : dari tepung beras ketan dengan beragam jenis warna dan bertumpuk.
Untuk Kesenian sendiri purworejo juga tak kalah dengan beberapa kesenian yang ada di kota lain,di beberapa daerah purworejo ada sebuah kesenian
Dolalak,
Dolalak Yaitu tarian tradisional diiringi musik perkusi tradisional seperti : Bedug, rebana, kendang. Satu kelompok penari terdiri dari 12 orang penari, dimana satu kelompok terdiri dari satu jenis gender saja (seluruhnya pria, atau seluruhnya wanita). Kostum mereka terdiri dari : Topi pet (seperti petugas stasiun kereta), rompi hitam, celana hitam, kacamata hitam, dan berkaos kaki tanpa sepatu (karena menarinya di atas tikar). Biasanya para penari dibacakan mantra hingga menari dalam kondisi trance (biasanya diminta untuk makan padi, tebu, kelapa) ,
Dzikir Saman mengadopsi kesenian tradisional aceh dan bernuansa islami, dengan penari yang terdiri dari 20 pria memakai busana muslim dan bersarung, nama Dzikir Saman diambil dari kata samaniyah (arab, artinya : sembilan), yang dimaksudkan sembilan adegan dzikir. diiringi musik perkusi islami ditambah keyboard dan gitar. pada jeda tiap adegan disisipi musik-musik yang direquest oleh penonton),
nah itulah beberapa kesenian di kota ku,yang bisa menghibur sahabat-sahabat sekalian ketika maen mengunjungi daerah Purworejo dan untuk kesenian yang lain dari daerah purworejo seperti
Cing Po Ling , dan
Beberapa Tugu Monumental yang ada di purworejo dan poko'e masih banyak lagi lah beragam seni tiap daerah di purworejo ;) ^_^ .Happy Weekend Sahabat-sahabtku semuanya ........
*)
Purworejo Berirama