Sejarah Nama Desa Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo
Secara Historis maupun ditinjau dari Epistimologis, nama Pituruh berasal dari kehebatan (tokoh linuwih)
Tujuh Roh (7 Leluhur) yang cikal bakal di desa tersebut yang berdomisili di tujuh pedukuhan. Ketujuh linuwih tersebut diyakini oleh warga adalah kaum bangsawan dari Kerajaan Majapahit. Beliau diyakini sebagai para pengikut setia dari Raja Majapahit (Raden Damarwulan).
Seperti diketahui, dalam budaya Jawa ada ungkapan “Ilang sirno kertaning bumi”, yang merujuk pada tahun 1400 M telah terjadi peristiwa besar yang menyebabkan satu kerajaan terbesar di Jawa (tepatnya di Jawa Timur) mengalami keruntuhan. Akhirnya Raden Damarwulan mengembara meninggalkan atau membebaskan diri dari gemerlap serta hiruk pikuk situasi kota raja (pusat pemerintahan) dengan disertai para pengikut setianya, tidak lain untuk mencari tempat yang sunyi sepi untuk semedi guna mendekatkan diri kepada Illahi Robbi.
Ketujuh pengikut raja tersebut diyakini warga sebagai cikal bakal berdirinya nama desa Pituruh. Adapun ke-Tujuh (Pitu) Roh leluhur tersebut terpencar di Tujuh Pedukuhan yang ada di desa Pituruh layaknya tujuh penjuru mata angin. Oleh masyarakat Pituruh leluhurnya yang berjumlah tujuh tersebut hingga kini ditempatkan sebagai sumber kekuatan spiritual. Ketujuh tokoh cikal bakal tersebut dalam sejarahnya memiliki karakteristik kelebihan masing-masing yang saling melengkapi. Bukti sejarah serta prasasti dari tujuh tokoh tersebut sampai sekarang terdapat makam dan petilasannya. Beliau masing-masing adalah :
- Mbah Banyu
(Makam dan petilasannya ada di Dukuh Blending). Beliau diyakini piawai dalam kaitannya dengan dunia jagad air (yang berkaitan dengan masalah air, Mbah Banyu-lah yang dianggap penguasanya).
2. Mbah Dewi Sri
(Makam dan petilasannya ada di Dukuh Gamblok). Beliau diyakini sebagai Dewi Rejeki, orang Jawa dari kalangan petani menyebutnya sebagai Dewi Padi.
3. Mbah Siluman
(Makam dan petilasannya ada di Dukuh Sutogaten). Beliau diyakini dikenal sebagai salah satu tokoh leluhur di desa Pituruh yang memiliki kekuatan spiritual dapat menghilang serta sangat sakti.
4. Mbah Pengrawit dan Mbah Jenggot
(Makam di Dukuh Kulon). Beliau berdua diyakini sebagai leluhur yang sangat piawai memainkan alat musik, serta piawai dalam dunia seni dalam kancah yang plural beliau inilah seorang seniman atau budayawan.
5. Mbah Kuwat
(Makam di Dukuh Bantengan). Secara Eptimologis beliau diyakini memiliki aspirasi kekuatan fisik yang sangat sempurna dan disegani. Kekuatan yang sempurna itu, dianalogikan kuat seperti banteng. Beliau pada eranya, karena keperkasaannya, diyakini diposisikan sebagai jogoboyo.
6. Mbah Mentosoro
(Makam di Dukuh Wetan atau Mentosaran). (dari Filologi dan Eptimologi berasal dari kata Meto Soro). Beliau ini adalah figur tokoh yang kaya pengetahuan, luas penguasaan ilmu pengetahuannya, sehingga beliau inilah sebagai sumber nasihat bagi orang-orang yang sedang dirundung masalah (sengsoro).
7. Mbah Mabean
(Makam dan petilasannya ada di Dukuh Wetan atau Mabean). Beliau diyakini sebagai tokoh ibu, karaker seorang ibu adalah simbol dari seorang pengasuh yang bijak, penuh kasih sayang dan berbudi lembut. Ia juga seorang figur yang pamomong yang berbudi bijak. Dialah figur ibu dari seluruh anak turunan warga Pituruh.
Dari karakteristik tujuh (Pitu) Roh yang saling melengkapi itulah sangat diyakini oleh warga Pituruh, bahwa leluhurnya disamping sebagai jalmo linuwih selalu ditempatkan menjadi simbol Pengayom, Pelindung dan sekaligus sebagai
Sang Pamomong Sejati.
Dengan tujuh (Pitu) roh yang memiliki karakter dan kelebihan sendiri-sendiri serta tidak saling bertentangan namun justru menyatu itulah menjadikan kini dikenal sebagai desa Pituruh (Pituroh). Pada perkembangannya desa Pituruh memiliki kekuatan spiritual bagi 49 desa yang ada di sekitarnya yang pada perkembangannya telah menjadi ibukota Temenggung-an di era Pemerintahan
Bupati Tjokro Negoro I, dengan
Tumenggung Djoyo Berbongso, dan kini telah menjadi Ibu Kota Kecamatan. Pada era (jaman kejayaan) tujuh leluhur tersebut, desa Pituruh selalu menjadi panutan dan memiliki daya pengaruh bagi desa-desa di sekitarnya.